Bayangkannlah bahwa situasi Indonesia dalam dunia simulasi perang ini tidak jauh beda dengan pemerintahan saat ini. Rupiah melemah, rezim yang lebih condong ke Cina, kerjasama dengan Rusia sudah semakin intens, kerjasama gabungan dengan Korea dalam membuat kapal selam, serta kedekatan Indonesia kepada Amerika. Indonesia, katakanlah sudah mampu memuat MBT (Main Battle Tank) yang dianggap Barat sebagai sebuah kekuatan sekaligus ancaman baru, terutama di kawasan Asia Tenggara, serta kawasan Asia secara umum. Rusia mulai mendukung kedaulatan Alutsista Indonesia sedangkan Iran sangat gembira dengan Indonesia dan melihat lebih jauh apakah mereka dapat bekerjasama lebih dalam mengingat Indonesia menjadi negara militer terkuat di kawasan Asia.
Cina pun lebih gencar menggempur pasar Indonesia melalui investasi infrastruktur mereka, di sisi lain, Cina banyak menawarkan kerjasama pembelian senjata dari Cina ke Indonesia, namun sayangnya ditolak Indonesia secara halus karena saat ini Indonesia sudah berdaulat dalam hal kemandirian Alutsista. Kebijakan non-Blok Indonesia membuat negara-negara Dunia Pertama (First World Countries) berlomba-lomba mendekatkan diri mereka ke Indonesia, terlibat dalam investasi baik dalam pembangunan dan infrastruktur, serta kerjasama ekspor-impor lainnya yang terjadi antara Indonesia dan negara-negara baik Blok Barat dan Timur.
Katakanlah bahwa kekuatan militer Indonesia dalam dunia simulasi perang ini sudah masuk ke dalam 10 besar kekuatan militer dunia, yakni di urutan 9 dunia mengalahkan Jepang yang berada di urutan 10, Turki di urutan 11 dan Israel di urutan 12. Sedangkan berdiri di atas Indonesia adalah Korea Selatan yang berada di urutan 7 dunia sedangkan Jerman tepat di atas Indonesia dengan berdiri di urutan 8 negara militer terkuat dunia. Negara-negara blok Barat mulai ketakutan terhadap Indonesia karena semakin hari kekuatan Indonesia semakin mengkhawatirkan. Sejumlah pengamat militer Barat dan pejabat senior Amerika seringkali mengikuti perkembangan militer Indonesia sejauh ini. Barat juga percaya bahwa ada kerjasama tersembunyi antara Indonesia dan Iran terkait dengan kerjasama pengembangan uranium dan fasilitas nuklir.
Meskipun demikian, semua itu ditampik mentah-mentah oleh Presiden Indonesia dan sejumlah pejabat pemerintahan terkait. Bahkan DPR mulai menuduh bahwa Amerika mulai memancing di air keruh, mulai melakukan propaganda mereka dengan isu bahwa Indonesia diam-diam mengembangkan fasilitas nuklir dengan Iran yang dinilai sebagai suatu ancaman yang membahayakan di kawasan Asia Tenggara.
Katakanlah bahwa dunia simulasi ini terjadi di tahun 2020.
Situasi di dunia Internasional mendadak heboh karena terjadi penembakan terhadap pesawat F16 Singapura yang dilakukan TNI Angkatan Udara. Militer Indonesia berdalih bahwa Singapura melanggar batas wilayah yang ditentukan mengingat wilayah Singapura yang sangat kecil yang berimbas pada sempitnya wilayah udara yang mereka miliki. Singapura pun geram, mencoba memancing air panas dengan membawa kasus ini ke dalam sidang PBB. Amerika tidak merespon, mencoba menganalisis apa yang sebenarnya terjadi. Amerika tidak gegabah dalam bertindak, serta belum menyatakan secara resmi apakah Indonesia bersalah atau tidak.
Panglima tinggi AU Indonesia berkali-kali mencoba menjelaskan bahwa Singapura melanggar batas wilayah udara Indonesia dengan menerbangkan pesawat F16 mereka, dan media-media di Indonesia mulai mendukung TNI AU dan menyalahkan Singapura atas kejadian pelanggaran batas tersebut. Namun media Barat berkata lain. Media-media Barat memandang bahwa apa yang Indonesia lakukan adalah suatu hal yang memalukan dan penembakan pesawat Singapura merupakan sebuah penghinaan terhadap Singapura. Dunia Internasional lalu dihebohkan dengan berita yang terus-menerus menayangkan headline yang intinya mengecam perilaku buruk AU Indonesia.
Singapura cepat merespon, Singapura tidak memandang remeh Indonesia, namun lebih melihat Indonesia sebagai musuh di kawasan Asia Tenggara yang membahayakan, bukan memandang Indonesia sebagai teman. Singapura dalam beberapa hari memperingatkan warganya agar segera kembali ke negaranya dan menyiapkan status Darurat dengan memasang sistem pertahanan anti-udara Singapura. Namun Indonesia sudah bisa mencium sikap paranoid tersebut dan memandang bahwa Singapura sudah dalam tahap siap siaga jika sewaktu-waktu perang meletus. Sedangkan media-media di Australia, seperti biasa, hanya memberitakan yang buruk mengenai Indonesia dan penembakan AU Indonesia terhadap pesawat Singapura. Indonesia dalam minggu-minggu pertama kecaman dunia mencoba untuk tenang dan tidak terprovokasi propaganda media-media Barat. Berkali-kali Panglima TNI diundang ke Istana Presiden untuk membahas diskusi mengenai masalah sensitif ini.
Amerika dengan aset paling berharga mereka, CIA, mulai bersiap-siap masuk menginfiltrasi Indonesia seperti apa yang pernah mereka lakukan dalam menggulingkan Soekarno dan mengadu domba antara paham nasionalis dan komunis di Indonesia. CIA dalam hal ini sangat berpengalaman dan tidak dapat dianggap remeh. Suatu saat CIA dapat mengadu-domba kembali antara nasionalis dan komunis, bahkan mengadu domba gerakan Islam radikal dan gerakan liberal Islam, semua itu mungkin saja bagi CIA mengingat mereka ahli dalam melakukan covert-op seperti itu. Ditambah lagi dengan isu Papua yang ingin lepas dari NKRI, tentu saja Australia dan Amerika harus secara cerdik memainkan "Kartu AS" untuk menjatuhkan martabat Indonesia melalui guncangan isu pemberontakan milisi lokal Papua.
Dalam akhir bulan pertama Presiden Indonesia mulai melihat gelagat mencurigakan dari Malaysia. Beberapa armada Inggris diam-diam tiba di Malaysia di Kota Kinabalu dan Kota Baharu. Indonesia memandang bahwa pengerahan armada Royal Navy tersebut berkaitan dengan isu konflik yang memanas antara Singapura-Indonesia. Dalam 2x24 jam, TNI merespon dengan menyiapkan sejumlah Batalyon dari Jawa ke sejumlah lokasi vital di Kalimantan dan Sumatra. Setidaknya TNI mengirim 8.000 pasukan reguler ke lokasi-lokasi tersebut, terutama di wilayah Kalimantan Utara.
Indonesia mengancam Inggris jika Armada AL mereka tidak pergi dari Malaysia serta adanya suatu penambahan pasukan dari Inggris, Indonesia tidak segan-segan akan mengusir Inggris dari Malaysia. Ultimatum Indonesia itu dianggap sebagai omong kosong, Inggris tidak pernah takut terhadap Indonesia. Inggris juga mengatakan bahwa penempatan Armada AL mereka tidak berkaitan dengan konflik Singapura-Indonesia. Namun Indonesia tidak percaya begitu saja dan mencoba mengungkit-ungkit kembali konflik antara Kopassus dan SAS yang pernah terjadi di belantara Malaysia-Indonesia dalam Operasi Ganyang Malaysia di era Soekarno. Inggris pun geram, dengan mengatakan bahwa Pasukan khusus SAS mereka lebih baik dari Kopassus, Inggris malah berkoar-koar di media bahwa Kopassus adalah mesin pembunuh warga sipil nomor satu didunia dan banyak dari pasukan khusus itu merupakan orang-orang yang senang sekali melanggar HAM, Inggris juga tidak lupa untuk mengungkit-ungkit masalah Papua, dengan harapan agar bola panas di media ini menjadi kontroversi Internasional dan merupakan usaha Inggris untuk mencoreng citra Kopassus di mata dunia.
Di kawasan yang lebih jauh, Cina masih bungkam dan tidak terburu-buru memihak Indonesia. Berhubung Cina hanya memandang Indonesia sebagai mitra kerja dalam bidang ekonomi dan investasi, hanya sekedar mitra kerja dan bukan sekutu militer terdekat Cina. Sedangkan Rusia mendukung Indonesia dan mengatakan bahwa Indonesia berhak menembak pesawat apapun (terutama pesawat militer) yang terbang di atas wilayah udara Indonesia. Sedangkan Iran bersimpati terhadap Indonesia dan mengatakan bahwa muslim Indonesia harus bersatu melawan kapitalis dan negara-negara Barat.
Korea Utara mendukung Indonesia dengan asumsi bahwa Singapura dianggap Korea Utara sebagai anak kesayangan Amerika dan merupakan negara kecil dimana orang-orang Barat yang kaya raya berfoya-foya disana. Korea Utara lebih bersimpati dengan Indonesia bukan dikarenakan kedekatan dengan Indonesia, tetapi Korut lebih memandang bahwa Indonesia sebagai kekuatan yang kuat di kawasan Asia Tenggara yang menguntungkan Korea Utara jika Korut mendukung Indonesia. Dengan asumsi bahwa Perang Korut-Korsel meletus, dan karena Korut pernah membantu Indonesia, maka dipastikan Indonesia akan membantu Korut.
Namun kaum nasionalis di Indonesia serta orang-orang anti-komunis melihat bahwa dukungan Korea Utara bisa membuat Indonesia kembali dirangkul oleh komunis. Suatu saat kaum nasionalis dan anti-komunis melihat bahwa nantinya paham komunis akan kembali bangkit. Sebagian masyarakat Indonesia tidak menginginkan dukungan negara komunis seperti Korea Utara, yang nantinya dikhawatirkan akan menjadi perpecahan kembali di masa silam antara nasionalis dan komunis (terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah).
Di Australia, di kota-kota besar seperti Darwin, Cairns, Brisbane, Perth, Melbourne, Canberra, serta di Sydney sendiri semuanya waspada. Pergerakan militer mulai terlihat di kota-kota besar Australia. Hal tersebut menarik kecurigaan Indonesia mengingat ada pergerakan alutsista serta pengalokasian nya ke kota-kota besar tersebut. Ditambah lagi dengan basis-basis militer Amerika di Australia yang semakin intens pesawat-pesawat AS dan Australia melaksanakan operasi simulasi perang di atas wilayah udara Australia. Indonesia mulai melihat bahwa Australia ingin masuk ke kancah perang dengan Indonesia, dengan terlebih dahulu memandang bahwa Papua menjadi lokasi permainan perang terbatas dan propaganda yang strategis bagi Australia.
Australia melihat Papua sebagai pintu masuk atau gerbang utama Australia dalam usaha memainkan propaganda serta membangkitkan gerakan pemberontakan milisi Papua sebagai bagian usaha melepaskan diri dari NKRI. Sekitar 10.000 Pasukan baik dari tentara reguler maupun marinir dari Jawa segera dikirim ke Papua dan Papua Barat dalam rangka mengantisipasi adanya pemberontakan makar di Papua. Indonesia juga mengalokasikan banyak prajuritnya di pos-pos perbatasan Papua-PNG, serta menjaga ketat PT. Freeport dengan menempatkan sekitar 200 tentara.
Memasuki bulan kedua konflik, tampaknya bola panas beralih ke kawasan Selatan Indonesia dan Australia. Indonesia-Australia berlomba-lomba menerapkan suatu strategi terbatas dimana kedua belah pihak masih menerka-nerka apa yang sebenarnya dilakukan kedua negara. Beberapa hari kemudian Australia dan Amerika mengirimkan pasukan mereka ke Dili, Timor Timur, sebagai basis pertahanan mereka. Sebanyak 3000 tentara Aussi dan 600 Tentara Paman Sam tentu saja menjadikan Timtim sebagai basis utama pasukan mereka yang nantinya akan digunakan untuk menyeberang ke Indonesia. Timtim dipandang Barat sebagai tempat strategis yang menghemat waktu dan lokasi tersebut dapat dipakai sewaktu-waktu jika perang berkecamuk.
Namun diam-diam, CIA sudah bergerak duluan. Mereka melatih milisi lokal Papua New Guinea (PNG) dan sayagnya Indonesia tidak menyadari bahwa minggu-minggu awal perseteruan Indonesia dengan Singapura, CIA diam-diam sudah menyusup ke PNG dan melatih milisi lokal disana. Tentu saja apa yang Amerika lakukan di PNG tidak diketahui pemerintah PNG, begitu pemerintah menyadari bahwa ada yang tidak beres di negaranya, semua itu sudah terlambat, Presiden PNG dibunuh oleh orang yang tak dikenal. Dan CIA terus melatih ratusan milisi lokal dan mempersenjatai mereka untuk menyeberang ke perbatasan Papua (Indonesia). Dalam waktu dua bulan yang singkat, CIA sudah berhasil mengumpulkan 3000 milisi lokal PNG, yang nantinya disusupkan ke wilayah Papua dan digunakan untuk menarik perhatian media Internasional bahwa tentang gejolak isu kemerdekaan Papua. Namun ribuan tentara Indonesia sudah disebar ke perbatasan untuk mengantisipasi pergerakan dari perbatasan, namun sayangnya berhubung wilayah perbatasan Papua yang luas, TNI tidak dapat mengcover wilayah tersebut dan akhirnya ada celah-celah perbatasan yang terbuka.
Kesempatan ini dimanfaatkan milisi lokal PNG untuk bergerak masuk. Walaupun dideteksi segera oleh militer Indonesia, tentu saja 200 tentara yang menjaga PT. Freeport tidak sebanding dengan 670 milisi bersenjata PNG. Dari 200 Tentara Indonesia yang menjaga tambang Freeport, 167 diantara mereka tewas, sisanya berhasil melarikan diri ke hutan-hutan lebat. Banyak yang melarikan diri kemudian tertangkap, dibunuh, disiksa, bahkan kepala mereka dipenggal. Kopassus segera direspon untuk segera menanggulangi mereka, di sisi lain Indonesia sudah menyiapkan sekitar 5000 tentara yang dikirim ke wilayah tambang dan pegunungan tengah Papua yang merupakan alokasi gelombang pertama. Dimana rencananya Indonesia akan mengirimkan kembali sekitar 10.000 tentara dalam gelombang kedua.
Kopassus segera bergerak. Misi utama mereka adalah mengambil alih Freeport dan melakukan taktik gerilya dalam menumpas milisi PNG. Kopassus bergerak bersama pasukan raider menyisir lokasi hutan-hutan belantara Papua dan menemukan kepala-kepala teman mereka yang terpenggal.
Media-media Barat kembali menuduh bahwa kopassus lah dalang dibalik semua itu. Tapi bagaimana Kopassus bisa memenggal teman mereka sendiri? Media Barat mulai merekayasa cerita tentang bagaimana teman-teman mereka membelot ke milisi PNG dan Kopassus diharuskan bukan hanya untuk membunuh mereka, tetapi memenggal mereka. Berita ini sontak menjadi santapan media internasional dan lagi-lagi PBB segera menuduh bahwa Indonesia harus segera menarik Kopassus dari Papua dan PBB segera menerapkan sanksi bagi Indonesia. Indonesia merasa PBB tidak objektif dan Indonesia dengan segera menarik diri dari keanggotaan PBB. Atas dasar itulah Amerika kemudian merespon dengan lagi-lagi menerapkan embargo terhadap Indonesia dan menyerukan kepada negara-negara NATO untuk bersiap, bahwa perang akan segera dilancarkan di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik.
Kesempatan ini dimanfaatkan milisi lokal PNG untuk bergerak masuk. Walaupun dideteksi segera oleh militer Indonesia, tentu saja 200 tentara yang menjaga PT. Freeport tidak sebanding dengan 670 milisi bersenjata PNG. Dari 200 Tentara Indonesia yang menjaga tambang Freeport, 167 diantara mereka tewas, sisanya berhasil melarikan diri ke hutan-hutan lebat. Banyak yang melarikan diri kemudian tertangkap, dibunuh, disiksa, bahkan kepala mereka dipenggal. Kopassus segera direspon untuk segera menanggulangi mereka, di sisi lain Indonesia sudah menyiapkan sekitar 5000 tentara yang dikirim ke wilayah tambang dan pegunungan tengah Papua yang merupakan alokasi gelombang pertama. Dimana rencananya Indonesia akan mengirimkan kembali sekitar 10.000 tentara dalam gelombang kedua.
Kopassus segera bergerak. Misi utama mereka adalah mengambil alih Freeport dan melakukan taktik gerilya dalam menumpas milisi PNG. Kopassus bergerak bersama pasukan raider menyisir lokasi hutan-hutan belantara Papua dan menemukan kepala-kepala teman mereka yang terpenggal.
Media-media Barat kembali menuduh bahwa kopassus lah dalang dibalik semua itu. Tapi bagaimana Kopassus bisa memenggal teman mereka sendiri? Media Barat mulai merekayasa cerita tentang bagaimana teman-teman mereka membelot ke milisi PNG dan Kopassus diharuskan bukan hanya untuk membunuh mereka, tetapi memenggal mereka. Berita ini sontak menjadi santapan media internasional dan lagi-lagi PBB segera menuduh bahwa Indonesia harus segera menarik Kopassus dari Papua dan PBB segera menerapkan sanksi bagi Indonesia. Indonesia merasa PBB tidak objektif dan Indonesia dengan segera menarik diri dari keanggotaan PBB. Atas dasar itulah Amerika kemudian merespon dengan lagi-lagi menerapkan embargo terhadap Indonesia dan menyerukan kepada negara-negara NATO untuk bersiap, bahwa perang akan segera dilancarkan di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik.
Bentuk propaganda Barat terhadap pasukan elit Kopassus Indonesia jelas menjadi santapan yang "lezat" bagi Barat. Media dapat merekayasa semau mereka tanpa publik tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ini seperti halnya Mossad yang bekerjasama dengan CIA yang menyiapkan panggung sandiwara besar, yang mereka mainkan di Irak dan Suriah. Contohnya kasus penangkapan James Foley, jurnalis Amerika yang hilang di Suriah pada 2012 dan ditangkap ISIS lalu dipenggal hidup-hidup. Yang janggal adalah bagaimana ISIS dengan cerdik menyiapkan panggung studio "pemenggalan" sebagus mungkin dengan pencahayaan dan sorot kamera yang bisa disebut profesional. Tentu saja ISIS tidak mungkin dapat menguasai teknik pencahayaan, kamera, serta teknik-teknik fotografi yang dilakukan didalam studio dimana mereka memenggal James Foley tanpa bantuan dari CIA, bisa dikatakan mustahil. Operasi ini merupakan jenis operasi favorit CIA yang mayoritas warga dunia tidak mengatahui. Ciri-ciri kasus pemenggalan warga negara Barat yang dilakukan ISIS dan termasuk rekayasa atau dipakai sebagai alat propaganda Barat bisa dilihat dari tidak utuhnya video yang diupload ISIS ke media. Biasanya, ISIS memenggal kepala orang lalu meng-upload video tersebut secara utuh. Namun karena kepentingan global yang lebih luas, biasanya kasus-kasus pemenggalan tertentu (bukan pemenggalan jalanan ISIS tetapi pemenggalan ISIS di studio dengan pencahayaan yang bagus), merupakan kepentingan global ISIS dan Amerika secara lebih luas. Dan pola-pola operasi intelijen rahasia dimana CIA bekerjasama dengan ISIS bisa dilihat dari para korban yang dipaksa untuk mengenakan kaos orange. Jika anda melihat ada pola-pola pemenggalan yang video nya disensor, atau para korban yang dipenggal mengenakan kaos orange, tentu itu merupakan operasi intelijen CIA. Karena misi CIA didalam video pemenggalan tersebut bukan darah atau betapa brutalnya ISIS memenggal mereka, tetapi CIA (dalam hal ini ISIS) ingin menyampaikan pesan kepada dunia khususnya Amerika bahwa jangan macam-macam degan ISIS. Berbeda dengan kasus-kasus pemeggalan jalanan ISIS kepada para tentara Irak dimana video tanpa sensor sedikitpun dan dilakukan di jalan-jalan di kota-kota Irak dan Suriah.
Itu hanyalah contoh nyata bagaimana CIA memainkan sandiwara mereka di saat ribuan warga dunia sedang dimanjakan dengan berselfie ria, berfoya-foya, bersenang-senang dalam kebodohan dan cinta buta, serta diantara mereka hanya mementingkan materi dan duniawi. Lama-kelamaan orang-orang hedonisme kemudian "buta" akan apa yang terjadi di dunia ini. Mereka apatis terhadap perang karena tidak mengerti apa yang terjadi. Orang-orang dunia seperti domba yang diberikan rumput yang baik dari orang yang tidak dikenal, tetapi domba tersebut memakan rumput hijau tersebut tanpa bertanya darimana rumput itu berasal dan mengapa orang asing memberikan rumput kepada saya? Kemana majikan saya? Rumput dan domba itu ibaratnya mayoritas orang sekarang dimana menerima "mentah-mentah" apa yang ada dihadapan mereka tanpa berpikir dua kali darimana rumput ini berasal, dan melupakan agenda tersembunyi orang asing tersebut.
Katakanlah di tahun 2022, ISIS sudah berhasil dihancurkan oleh Rusia. Hal itulah yang membuat Amerika marah, karena Amerika berkepentingan untuk lebih lama mengembang-biakkan ISIS untuk mengacaukan situasi di Irak dan Suriah. Rusia yang sudah mencium agenda CIA di Suriah dan Irak tidak mau dibodohi dengan berita-berita mainstream begitu saja. Mereka menghancurkan apa yang harus dihancurkan, menghancurkan apa yang telah dikembangkan Amerika, tanpa adanya rekayasa apapun.
Sedangkan masalah di Pasifik, Jepang sebenarnya mulai terancam dengan kekuatan militer Indonesia. Jepang khawatir masalah Singapura-Indonesia dan Australia-Indonesia akan mulai merambat ke babak baru peperangan. Setelah berunding dengan otoritas senior AS, Jepang mulai banyak melakukan latihan militer gabungan di dekat wilayah mereka dan terkadang pesawat-pesawat mereka secara diam-diam menerobos wilayah udara di atas wilayah Laut Cina Selatan.
Melihat gelagat buruk Jepang, Cina tidak tinggal diam. Cina yang di tahun 2020 sudah menyulap satu pulau di Laut Cina Selatan menjadi basis militer dengan menempatkan pangkalan udara mereka otomatis tidak akan terkecoh dengan permainan Jepang dan Amerika. Yang dipandang Cina akan dapat memperkeruh suasana. Cina juga melihat kesempatan untuk mendukung Indonesia, dimana di tahun 2020 Indonesia sudah dibanjiri oleh produk-produk murah-berkualitas asal Cina dan banyak investor Cina menanamkan modalnya di Indonesia. Cina harus bergerak cepat untuk dapat merebut dukungan Indonesia, dengan misi sebenarnya untuk mendukung Cina dalam mempertahankan Laut Cina Selatan yang sedang disengketakan. Para pengamat Indonesia sebenarnya sudah tahu bahwa Cina sangat berkepentingan mendapatkan dukungan dari Indonesia untuk menyeret Indonesia menjadi sekutu terdekat cina dalam ajang sengketa Laut Cina Selatan, namun berhubung Indonesia masih diisi oleh para pejabat korup dan pejabat-pejabat yang gila harta dan materi, situasi tersebut tidak secara cerdik dipandang Indonesia secara serius. Para pejabat Indonesia masih saja sibuk saling sikut-menyikut antara partai satu dengan partai lainnya, para "petugas partai" masih terlibat korupsi dan semuanya tidak melihat rakyat sebagai prioritas utama. Imbasnya, di tahun-tahun mendatang di tahun 2030-2050, Akan terjadi gap yang sangat besar antara si kaya dan si miskin. J
ika hal itu tidak diatasi saat ini, maka rakyat yang miskin mudah sekali termakan provokasi, ditambah lagi banyak dari mereka tidak berpendidikan dan pengangguran. Untuk itu Indonesia memerlukan Presiden yang hebat. Berhubung Amerika (sejak era Soekarno) tidak menginginkan Indonesia dipimpin pemimpin hebat, maka Amerika selalu mencari cara agar mendapatkan pemimpin Indonesia yang pro-Amerika agar Indonesia bisa terus "menyusu" kepada Amerika. Sedangkan Rusia yang cemburu sekaligus kasihan terhadap Indonesia, tidak dapat berbuat banyak lantaran banyak dari pejabat kita lebih sibuk mengurusi partai dan korupsi (terlepas dari masalah militer).
Malaysia melihat bahwa hubungan Cina dan Indonesia yang semakin dekat tentu membahayakan. Dimana Malaysia juga sudah sangat menyadari potensi kekuatan militer Indonesia jika seandainya perang pun pecah. Meski banyak negara eropa Barat bergabung dengan NATO dan mendukung Amerika sepenuhnya jika perang pecah di kawasan pasifik, namun lain halnya dengan Jerman.
Sejak insiden memalukan penyadapan NSA dan CIA terhadap intelijen Jerman dimana NSA menyadap perangkat komunikasi pejabat negara Jerman, Jerman mulai skeptis terhadap Amerika dan tidak gegabah mengirimkan Tentara mereka untuk bergabung dengan NATO di wilayah Pasifik. Amerika mengetahui bahwa sejak insiden penyadapan NSA itu, hubungan AS-Jerman didepan layar adem-anyem, namun dibelakang kedua negara tidak saling mempercayai. Terlebih karena sikap egois Amerika yang menyadap, bahkan negara-negara sekutu mereka sendiri. Ketidakpercayaan Jerman terhadap sikap egoisme Amerika dibayar mahal dengan Jerman yang bergabung ke poros Kiri (Rusia dan Cina), namun tidak semua mayoritas Jerman setuju dengan hal itu. Jerman pun kembali pecah menjadi dua- Jerman Barat (mendukung AS) dan Jerman Timur (mendukung Rusia), situasi konflik di Jerman pun pecah dan konflik meletus seperti halnya konflik di Ukraina. Jerman harus segera memilih antara Amerika atau Rusia, sedangkan di sisi lain rakyat Jerman pun pecah menjadi dua dan situasi Jerman menjadi mencekam.
Di Indonesia, Kopassus dipuja rakyat dan rakyat sepenuhnya mendukung TNI, tetapi tidak bagi media internasional. Di tengah hinaan terhadap kopassus yang dihembuskan media-media mainstream Barat tersebut, sebenarnya Amerika sedang berada diambang kebingungan. Amerika harus memilih mendukung Indonesia atau berperang dengan Indonesia? Dimana kedua pilihan itu tidak mudah. Jika Amerika mendukung Indonesia, berarti Amerika mengabaikan Singapura dan itu berarti Amerika memerangi Singapura dan Australia? Jika Amerika memerangi Indonesia, itu berarti Perang di kawasan Asia Tenggara tidak terbendung lagi dan hal itu berimbas kepada rusaknya hubungan baik antara Amerika dan Indonesia.
Faktor lainnya adalah jika Amerika memerangi Indonesia, otomatis Rusia tidak akan tinggal diam dan perang pun jadi meluas. Amerika khawatir perang pasifik akan dapat meluas menjadi perang di kawasan Eropa. Bahkan majalah TIMES menerbitkan sebuah judul berita kontroversial; Indonesia; Enemy or Ally?" (Indonesia; Musuh atau teman?). Para pakar militer di Amerika sendiri tidak menganjurkan Amerika berperang ke Indonesia, bukan masalah Amerika takut terhadap Indonesia, tetapi lebih kepada keretakan hubungan dan perang berkelanjutan di pasifik yang tentu akan membuat Rusia dan Cina bergerak mendukung Indonesia.
Hal itu dipahami betul oleh Amerika, di saat yang sama CIA sudah terlanjut menggerakkan para milisi PNG dan merebut simpatisan OPM untuk mendukung perjuangan Papua untuk lepas dari Indonesia. Namun dalam minggu-minggu selanjutnya, militer Indonesia berhasil menumpas seluruh milisi PNG yang menyeberang ke Papua serta para simpatisan OPM yang dipersenjatai milisi PNG.
Australia tentu saja tidak senang dengan hal itu, itu berarti rencana mereka di Papua gagal. TNI sudah bersiaga penuh di perbatasan, di kota-kota di Papua, serta mencurigai para jurnalis asing yang biasanya meliput dan menuliskan tulisan sesuka hati mereka. Pergerakan pasukan sangat terlihat di pulau Jawa, dan di Jakarta, tank-tank berkeliaran dimana-mana, menarik dukungan rakyat sekaligus mengintimindasi lawan. Di Australia sendiri, Amerika telah mengirimkan 10.000 Tentara mereka, beserta pasukan khusus Navy SEAL, Ranger, USMC (Marinir), serta Green Berets yang merupakan pasukan elit terbaik Amerika. Australia kebingungan, takut jika perang pecah, Indonesia akan segera menginvasi Australia. Atas ketakutan itu, Amerika menyakinkan Australia bahwa tidak perlu takut terhadap Indonesia, dan Amerika akan membantu Australia dengan mengirimkan banyak pasukan dan pesawat tempur mereka. Pasukan khusus SAS Australia juga secara intensif terus menajamkan kemampuan perang mereka dan melakukan latihan gabungan dengan pasukan elit Amerika.
Di saat situasi yang semakin gawat itu, rakyat Indonesia segera mendukung diberlakukannya wajib militer. Presiden segera mengesahkan UU dan militer segera menerapkan wajib militer secepat mungkin (dengan asumsi bahwa di tahun 2020 pun Indonesia masih belum diberlakukan wajib militer). Anggaran Wamil segera didiskusikan dan kurang dari setahun Wamil selesai dilaksanakan.
Rusia yang tidak ingin ketinggalan panggung perang lalu menawarkan Indonesia sebuah penawaran dengan persyaratan. Rusia ingin membantu Indonesia dengan mengerahkan pasukan darat mereka dengan balasan bahwa Indonesia diharuskan membeli pasokan gas dari Rusia, tentunya dengan penawaran harga gas yang murah dan menggiurkan, sebagai cadangan energi Indonesia jika perang berkecamuk. Indonesia kaya akan cadangan gas alamnya, namun di tahun 2020 kemungkinan 45-50% pasokan Migas masih dipasok dari luar. Untuk itulah Indonesia mengambil kesempatan untuk membeli gas murah dari Rusia, ditambah Indonesia akan mendapatkan bantuan pasukan dari Rusia.
Di Singapura, sikap anti-Indonesia semakin tidak terbendung. Singapura mengungkit-ungkit masalah kabut asap yang berasal dari Indonesia yang dianggap menganggu sektor pariwisata Singapura. Singapura juga mengingat betapa Indonesia berani memasang nama 'Usman Harun' sebagai nama KRI. Di sisi lain, Singapura tidak menginginkan perang, melihat bahwa jika perang berlangsung, Singapura dikepung dari segala arah dan kemungkinan besar dalam beberapa minggu perang Singapura akan terkalahkan. Malaysia lalu mengatakan kepada Singapura; "Tenang saja, Kami (Malaysia) akan membantu kalian. Kalian tidak usah takut." Mendengar hal tersebut, Singapura menjadi sedikit lebih tenang. Namun masih khawatir akan besarnya kekuatan militer Indonesia. Amerika lalu memasok alat-alat militer berat dan pasukan NATO mulai dialokasikan di Singapura melalui daratan Malaysia. Kurang lebih sekitar 5000 pasukan NATO ditempatkan di Malaysia dan sewaktu-waktu akan dialokasikan ke Singapura.
Di Indonesia, Amerika berniat memecah-belah rakyat Indonesia dengan cara menghembuskan kembali isu komunisme. Isu komunisme ini sangat sensitif dan biasanya militer langsung menghujat komunis dengan citra negatif dan memerangi mereka sehingga hal itu dipandang CIA sebagai jalan masuk yang efektif untuk memperkuat kembali paham komunisme dan mempersenjatai rakyat, lalu mengadu domba sesama rakyat. Hal tersebut cukup ampuh mengingat banyak warga Indonesia mudah sekali terhasut, ditambah lagi kebencian terhadap komunisme di Indonesia semakin meguat. Sebenarnya rakyat Indonesia jangan mudah terhasut dengan komunisme. Karena di masa mendatang, komunisme dipakai sebagai jalan ampuh bagi operasi intelijen asing, sedangkan kemampuan counter-intelligence Indonesia masih berada dibawah rata-rata (kemampuan Intelijen dalam menangkal operasi intelijen asing).
Dalam 20-30 tahun mendatang apabila Indonesia masih dipimpin oleh Presiden yang tidak hebat (hebat dalam artian yang sebenarnya; Bung Karno) dan tidak cerdik dalam memainkan percaturan politik nasional dan internasional, Indonesia dipastikan akan menjadi bulan-bulanan permainan asing dalam eksplorasi hasil tambang dan mineral, serta masuknya para investor asing yang kebablasan yang menyebabkan "asing" semakin kuat di Indonesia (dalam artian nasib Indonesia ada di tangan mereka atau Indonesia banyak bergantung dari mereka). Indonesia jelas akan menjadi korban Perang Asimetris yang semakin mengkhawatirkan. Generasi muda Indonesia semakin terjebak dalam jurang seks bebas dan semakin kehilangan arah. Indonesia pun tidak kunjung menerapkan Wajib Militer, padahal wacana ini sudah diusulkan sejak lama.
Ketika perang dengan Singapura atau dengan Australia, dalam jangka panjang Indonesia jelas akan mengalami banyak kerugian. Namun rakyat melihat bahwa perjuangan harus terus diperjuangkan walaupun kerugian yang dialami sangat besar (kerugian dari sisi anggaran perang dan keterbatasan energi).
Menurut hemat saya, CIA sangat mudah sekali menerobos masuk menyusup melakukan operasi seperti operasi-operasi intelijen di Indonesia, dan keluar dengan tangan bersih tanpa diketahui masyarakat Indonesia. Jika Australia menginginkan Indonesia mengalami kekacauan dan ingin membuat Indonesia kehilangan Papua, otomatis CIA akan bermain di Papua bersama dengan Australia. Asumsi saya, CIA akan mempersenjatai simpatisan serta anggota OPM, atau paling tidak warga Papua yang ingin lepas dari NKRI. Sangat mudah sekali CIA mempersenjatai mereka. CIA tidak serta merta mempersenjatai, tidak sesederhana itu. CIA harus mengambil kambing hitam untuk dipersalahkan atas siapa yang mempersenjatai OPM. Nah, disinilah CIA harus cerdik memainkan "kartu AS" mereka. Menurut saya, CIA pasti mencari oknum-oknum tentara Indonesia yang "kurang loyal" dan "menginginkan uang" melebihi pengabdiannya kepada NKRI. Oknum TNI yang tidak loyal itu tentu saja sangat tergiur dengan uang dan berharap bahwa ia bisa keluar dengan tangan bersih. Oknum TNI tersebut nantinya akan dimanfaatkan CIA sebagai dalang atas masuknya ribuan senjata ke Papua.
Kemungkinan operasi semacam itu sangatlah mungkin terjadi mengingat nantinya TNI lah yang disalahkan oleh dunia internasional. Lalu, yang ada dibenak kita? Apa jawaban oknum TNI jika ditanya mengapa ia menjadi dalang pemasok utama senjata ilegal untuk mempersenjatai OPM dan melakukan makar di tanah Papua? Tentu saja jawabannya mudah, pasti akan dijawab; "Saya tidak ingin rakyat Papua menderita lebih lama lagi dan saya ingin membebaskan mereka dari belenggu praktek kolonial yang dilakukan Indonesia. Cerita diatas bukanlah fakta dan tidak melebih-lebihkan. Cerita diatas merupaka opini pribadi saya tentang bagaimana operasi intelijen nomor satu dunia bekerja, sangat mudah sekali. Untuk itu bagi TNI, yang harus dilakukan untuk menangkal operasi intelijen semacam itu bukan dengan latihan yang keras atau kemantapan disiplin atau meningkatkan operasi Kopassus, melainkan kesejahteraan dan "perhatian" yang dicurahkan kepada prajurit di lapangan, terutama bagi prajurit yang bertugas di perbatasan-perbatasan luar Indonesia. TNI harus bertindak untuk mensejahterakan mereka, membuat hunian pos yang layak bagi prajurit di perbatasan, serta meningkatkan pengamanan pulau-pulau terluar dan wilayah yang rawan disusupi senjata-senjata ilegal.
Perkiraan saya, Rusia tidak akan mengirimkan pasukan darat ke Indonesia jika kita asumsikan bahwa Rusia ingin membantu Indonesia.
Mengingat jarak yang jauh dan perjalanan yang melelahkan, hal itu kecil kemungkinannya. Belum lagi Amerika sudah pasti akan memblokir kapal-kapal pengangkut marinir Rusia dan kapal-kapal perang Rusia untuk masuk ke wilayah Indonesia dengan menutup jalur utama Laut Cina Selatan. Basis-basis militer Amerika di Singapura, Filipina, akan semakin meningkatkan armada laut dan udara mereka, serta meningkatkan aktivitas drone siluman mereka dan menerbangkan pesawat siluman Bomber mereka yang bisa terbang sangat tinggi (Northop B-2 Spirit). Kemungkinan akibat blokade yang dilakukan AS di Laut Cina Selatan, kapal-kapal perang Rusia mau tidak mau harus terlibat perang laut disana. Cina tidak mau tinggal diam saja dan segera mengirim kapal-kapal perang mereka untuk mengusir blokade Amerika. Intensitas yang tinggi di Laut Cina Selatan membuat Cina dan Rusia masuk ke gelanggang perang dengan bertempur melawan kekuatan AS yang berada di pangkalan wilayah pasifik.
USMC dan Navy SEAL menjadi keuntungan tersendiri bagi Amerika. Di saat yang sama dimana intensitas konflik Laut Cina Selatan meningkat, tim observer dari NAVY SEAL mempelajari wilayah lepas pantai mana yang sangat mungkin untuk dijebol, wilayah pesisir laut Indonesia mana yang tidak dijaga militer. Berminggu-minggu tim demolition NAVY SEAL memperhatikan perkembangan alokasi pasukan militer Indonesia dan mereka mendapatkan banyak celah masuk bagi pendaratan pasukan reguler. Namun, Amerika mengulur-ulur waktu dan tidak terburu-buru dalam melakukan invasi ke Indonesia, yang sebenarnya menjadi kontroversi dan perbicangan hangat di rakyat Amerika sendiri. Amerika tentu tidak ingin kegagalan terulang kembali seperti konflik yang pernah terjadi di Vietnam, serta kegagalan Amerika di Irak. Indonesia pasti akan menjadi mimpi buruk bagi Amerika, dan akan menjadi kuburan-kuburan massal Tentara Amerika jika Amerika memaksakan melakukan suatu invasi melalui pesisir pantai dan melakukan pertempuran darat secara terbuka.
Belum lagi Amerika memikirkan bahaya bahwa Perang Semesta jelas akan menjadi strategi perang yang berbahaya bagi pasukan darat dan akan memakan banyak korban. Indonesia sudah pasti akan memanfaatkan strategi perang semesta dengan melibatkan rakyat dalam perjuangan Indonesia melawan invasi Amerika. Jika wajib militer selesai dirampungkan dan Total Warfare diterapkan, jutaan "sukarelawan perang" pasti menjadi suatu kekuatan bagi TNI dalam memenangkan perang. Rakyat pasti akan bersatu melawan bentuk invasi militer apapun. Meskipun tim observer NAVY SEAL sudah mempelajari celah-celah masuk melalui laut lepas, Amerika tidak ingin begitu saja masuk dan mengorbankan banyak tentara mereka seperti yang terjadi di Normandy ketika pasukan AS melakukan invasi melalui lepas pantai Perancis dalam usaha mereka mengalahkan Nazi Jerman.
Yang terlebih dulu dilakukan Amerika untuk mengalahkan Indonesia yakni; 1. Melakukan propaganda melalui media-media mainstream. (cara ini sangat ampuh seperti yang Barat mainkan di Timor Timur) 2. mempersenjatai warga sipil Indonesia yang berwatak radikal, berpotensi melakukan terorisme, atau mereka yang anti-nasionalis. 3. Menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua. 4. Menuduh Indonesia serta menjelekkan militer kita dengan membeberkan fakta bahwa TNI lah yang memasok senjata ke Papua. 5. Mendesak PBB agar memberikan sanksi kepada Indonesia dan mengecam perilaku buruk Indonesia dengan mengangkat isu HAM. Dengan hal-hal semacam itu, otomatis seiring berjalannya waktu banyak pemberontakan dimana-mana dan di waktu yang sama TNI juga harus berjuang agar Papua tidak lepas baik dari "ulah bodoh pejabat negeri ini", "desakan PBB untuk melakukan referendum" maupun dari "pemberontakan massal". Ketiga hal itu nantinya akan menjadi ancaman di masa mendatang untuk bagaimana agar Papua bisa merdeka. Selama ini Papua dibiarkan tidak merdeka (oleh Amerika) karena satu alasan; Freeport. Indonesia di era-era sebelum Jokowi "terlalu bersahabat dan terlalu baik" dengan AS dan terus melakukan kontrak pembaharuan Freeport. Di era Jokowi saja dimana Indonesia sudah berani tegas menghadapi Freepot dan mengancam mereka untuk menurut kepada Indonesia (memberlakukan larangan ekspor bahan mentah ke luar, serta Freeport diharuskan membuat smelter).
Sangat mudah sekali bagi NATO untuk masuk mengintervensi Indonesia. Sebelum Pasukan PBB masuk, Amerika terlebih dahulu memporak-porandakan Indonesia melalui keempat hal diatas tadi. Keempat hal itu sangatlah ampuh dan lama-kelamaan situasi menjadi lebih kacau dan TNI semakin berfokus untuk menghadapi pemberontakan dan makar yang terjadi dimana-mana. Kekacauan tersebut dipelajari dengan baik oleh CIA untuk bagaimana secara cerdik agensi dapat lebih memainkan teror mereka. Terorisme pun menjadi cara lain untuk mengalahkan Indonesia. CIA memasok bahan peledak dan mencari orang-orang yang radikal yang rela melakukan operasi bom bunuh diri di lokasi-lokasi strategis. Biasanya orang-orang semacam ini sudah terlanjur radikal dan menganggap bahwa bom bunuh diri adalah suatu jalan ke Surga dan suatu solusi agar cepat bertemu dengan Bidadari.
Ini menarik, berarti orang-orang yang melakukan bom bunuh diri adalah orang-orang yang ingin segera bertemu dengan bidadari, bukan bertemu dengan Tuhan? Sebuah kekonyolan dan kesalahan persepsi tentang jihad.
Dengan Perang Asimetris dan cara-cara Amerika untuk menjatuhkan Indonesia. Besar kemungkinan kekacauan akan merebak, dan perang bukanlah solusi untuk mengalahkan kekacauan. Mungkin iya perang bisa digunakan untuk mencegah pemberontakan atau menetralisir suatu kekuatan makar di lokasi tertentu, tetapi korban jiwa akan bertambah banyak dan mata dunia selalu mengawasi perkembangan di Indonesia. (abdu rozaqi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar